Loading...

Kisah Sukses Lolos Seleksi Beasiswa LPDP

Sponsored Links





Kisah Sukses Lolos Seleksi Beasiswa LPDP














Assalamualaikum wr. wb

Sujud syukur aku panjatkan untuk Allah SWT. Hari ini, Allah begitu baik, menuntun dan mengantarkanku ke perjalanan yang luar biasa. Perjalanan menuju mimpi untuk bisa melanjutkan studi ke jenjang master dengan beasiswa LPDP. Dari awal munculnya beasiswa ini, aku selalu kepo dan selalu berharap suatu saat nanti bisa bergabung menjadi bagiannya.


Sebelum masuk ke pengalamanku sewaktu seleksi, aku kasih short knowledge dulu tentang LPDP. Jadi, LPDP adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Lembaga penyalur beasiswa ini berada dalam naungan 4 kementrian di Indonesia, yakni Kementrian Keuangan, Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Riset dan Teknologi. LPDP berdiri tahun 2012 dan sudah melahirkan sekitar 3000 lebih penerima beasiswa pendidikan untuk jenjang S2 dan S3 di seluruh penjuru dunia. Tujuannya satu, supaya mereka mengenyam ilmu yang lebih baik untuk menjadi bekal membangun Indonesia saat mereka kembali dari studi nanti.






Baiklah, kumulai dengan proses pendaftaran dan seleksi administrasi. Pendaftaran LPDP ini dilakukan secara online di www.lpdp.kemenkeu.go.id, semua data diri diisi secara online dan beberapa dokumen harus di unggah.


1. KTP


2. Ijazah


3. Transkrip


4. Sertifikat Bahasa


5. Surat Rekomendasi


6. Surat Pernyataan


7. Rencana Studi dalam


8. Essay “Peranku untuk Indonesia” dan “Sukses terbesar dalam Hidupku”






Karena beasiswa LPDP ini bukanlah beasiswa biasa, tapi teruntuk orang-orang spesial yang tidak hanya menonjol di sisi akademis-nya saja, dan teruntuk pula orang-orang yang memiliki karakter kepemimpinan yang sangat kuat, maka untuk mempersiapkan dan memperjuangkannya pun diperlukan cara-cara anti-mainstream dan unik. Nah, kita kupas satu-satu persyaratan yang ada disana ya.






Ijazah & Transkrip


Untuk persyaratan nomer 1,2,3 sepertinya nggak perlu ku bahas detil karena jelas bagi pendaftar LPDP haruslah sudah dinyatakan lulus dan sudah mendapatkan ijazah dan transkrip, tidak bisa diwakilkan dengan surat keterangan lulus dan sejenisnnya.






Sertifikat Bahasa


Poin ini menjadi persyaratan mutlak yang wajib dipenuhi oleh para pendaftar. Karena LPDP sangat strict masalah bahasa. Kalau aku boleh bilang, kemampuan bahasa ini menjadi gerbang seleksi penentu yang menentukan layak tidak nya dokumen yang lain untuk di proses, jadi begitu kamu gak eliglible di bahasa, gugur deh. Nah, pihak LPDP juga bakal lihat nih, apa bahasa yang kamu setor match dengan peryaratan universitas.






LPDP menetapkan standart kemampuan bahasa yang berbeda untuk setiap tujuan studi. Untuk studi program Magister di dalam negeri, skor minimal: TOEFL ITP® 500/TOEFL iBT® 61/IELTS™ 6,0/TOEIC® 600. Sedangkan, untuk studi program Magister di luar negeri, skor minimal: TOEFL ITP® 550/TOEFL iBT® 79/ IELTS™ 6,5/TOEIC® 750. Untuk negara yang perkuliahannya diajarkan dalam bahasa negara tersebut, bisa menggunakan sertifikat bahasa negara tersebut. Misal, Perancis pake DELF B2, Korea Selatan pake TOPIK Level 3, danlainlain.






Nah, kebetulan saya cuma punya sertifikat TOEIC tuh waktu itu, jadinya submit nya ke TOEIC deh, dan Alhamdulillah diterima untuk pesyaratan dalam negeri. Tapi, mulai periode seleksi ke 3 tahun 2015 ini, persyaratan bahasa tersebut di atas bisa banget gugur kalo kamu sudah punya Unconditional LoA, mantab skali kan LPDP ini.






Surat Ijin Belajar & Surat Rekomendasi


Surat ijin belajar ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah bekerja, surat ijin belajar harus ditulis oleh atasan kerja. Sedangkan surat rekomendasi sifatnya adalah wajib, boleh dari atasan kerja, tokoh masyarakat (recommended), dosen pembimbing, atau bahkan profesor dari universitas asal. Untuk kedua surat ini memiliki format yang masing-masing bisa diunduh di website resmi lpdp.






Untuk surat rekomendasi, aku mendapat 2 surat rekomendasi dari doktor di kampus asalku dan 1 surat dari pak RT & RW. Nahloh, kok Pak RT & RW? Eits tunggu dulu, bukan pak RT & RW dimana aku tinggal, tapi pak RT & RW dimana dulu aku pernah melakukan kegiatan sosial atau pengabdian masyarakat. Jujur, surat rekomendasi ini bagiku adalah surat sakti, karena surat ini cukup untuk membuktikan kemampuan non-akademis ku di bidang keorganisasian.






Rencana Studi


Ketika kamu memutuskan untuk mendaftar beasiswa LPDP, maka pertanyaan besar yang harus muncul di benak kalian adalah “What Would We Do For Indonesia?”






Dengan menjabarkan rencana studi kamu, maka akan menggambarkan sejauh apa NIAT kamu INGIN lanjut S2/S3 dan sekaligus berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Dari sini, bakal keliatan banget mana yang manusia abal-abal yang cuma pengen jalan-jalan ke luar negeri doang, dan mana yang bener-bener serius S2 demi meningkatkan kualitas diri untuk pengabdian kepada bangsa.






Sebenarnya untuk menulis rencana studi, nggak ada patokan atau standart khusus sih, karena kita bener-bener nggak tau apa yang dicari oleh tim LPDP. Semuanya bener-bener random. Menurutku, secara global, yang terpenting dalam rencana studi kamu adalah latar belakang dan tujuan yang jelas, mau ngapain aja di universitas pilihan kamu selama 2 tahun (untuk S2), lalu output studi apa yang sekiranya berguna buat bangsa Indonesia, dan pastinya sesuai dengan bidang yang kamu tekuni.






Bukan suatu hal yang muluk, sederhana saja, atau mungkin simple things, tapi bener-bener kita mampu membuktikan bahwa hal kecil itu bisa banget berguna buat kemajuan Indonesia di masa datang.






Saya pribadi, kemarin sempat mengajukan penelitian tentang topik “telekomunikasi untuk kebencanaan”. Topik ini sangat mungkin diimplementasikan di Indonesia untuk tujuan “Indonesia Nol Korban Bencana” dalam 10 tahun mendatang. Tentunya, ide saya didukung dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi yang akan segera datang di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan, dan hanya bisa dipelajari di negara yang sudah pernah mengimplementasikan teknologi tersebut, salah satunya adalah negara Perancis. Untuk memperkuat tujuan studi ku, aku juga menyempatkan diri membuat proposal tesis yang kelak akan kutunjukkan ke pihak interviewer.






Essay


Dalam proses seleksi administrasi, penulisan essay dan rencana studi mengambil porsi penilaian yang sangat besar. Jadi, kemampuan menuangkan ide brilian dan terkemas rapi dalam satu tulisan singkat adalah tantangan tersendiri bagiku. Menurutku, dalam menulis essay, kita harus jujur. Jujur dalam segala aspek tulisan, mulai dari huruf pembuka hingga huruf penutup.






Saat menulis essay “Sukses terbesar dalam hidupku”, aku bener-bener nulis berdasarkan pengalaman pribadiku. Karena sesungguhnya ngga ada parameter yang jelas soal sukses, jadi the only one who knows is YOU. Sukses menurut kamu seperti apa? Dan sudah sejauh apa dirimu?


Truss, pas nulis essay “Peranku Bagi Indonesia”, disini ku tuliskan mimpi dan harapan ku pasca studi master, ku utarakan segala nya dengan niat dan iktikad yang membara di dada dalam tulisan. Yang jelas, kita harus berguna, kita harus berkontribusi, kita harus berbakti pada negara, dalam bentuk apapun, sekecil apapun kontribusinya. Karna setitik niat baik saja, muncullah harapan besar bagi kemajuan negeri. InshaAllah.






Sekali lagi, ngga ada patokan bagus tidaknya essay ini, tapi kamu, iya, kamu, yang bertanding melawan dirimu sendiri. Bisa gak kamu pertanggungjawabkan apa yang kamu tulis? Bisa gak ngebuat essay jadi keren?


















Alhamdulillah, aku dinyatakan lolos seleksi administrasi dan bersiap untuk seleksi tahap selanjutnya, yakni Seleksi LGD dan Wawancara. Seleksi LGD dan wawancara di selenggarakan secara serial dari kota satu ke kota lain. Kebetulan, Surabaya, kota domisiliku mendapat jatah seleksi paling akhir dari seluruh kota. Sehingga aku memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan banyak hal. Waktu itu ada sekitar 3 minggu untuk aku mempersiapkan diri. Di chapter ini akan ku bahas detil serba-serbi seleksi Leaderless Group Discussion (LGD).






Setelah ditetapkan lolos, aku mendapatkan email tentang jadwal seleksi wawancara dan LGD yang dilaksanakan. Di email itu, terdapat detail teknik pelaksanaan wawancara dan LGD. Bersyukurnya aku mendapatkan hari yang sama untuk kedua seleksi itu. Nama-nama yang akan satu kelompok LGD dengan ku juga sudah rapi terbagi oleh tim LPDP.






Pada prinsipnya, LGD dari LPDP ini akan serupa dengan seleksi group discuss yang pernah kita temui semasa mencari kerja. Yap, sama-sama diskusi kok, cumaaa, topik pembahasan dan metode jalannya diskusi yang bakal membedakan dengan yang diskusi lainnya. Kalau di FGD -istilah yang biasa dipake pas seleksi kerja- ada moderator pengarah diskusi, di LGD nggak bakal ada.






Pada sistem LGD, kita disajikan suatu permasalahan yang HOT & HITS di akhir minggu itu. Biasanya tim LPDP ambil beberapa permasalahan dari koran atau media elektronik. Nah, pada saat LGD berlangsung, kita diminta untuk mendiskusikan permasalahan tersebut beserta mengeluarkan satu solusi konkrit dan realistis.






Nah, yang susah adalah bagaimana diskusi tersebut bisa jadi berkualitas tanpa adanya moderator, tanpa ada arahan sebelumnya, dan gimana caranya kita bisa melebur menyatu menyajikan satu solusi konkrit yang juga berkualitas. Bayangin, kita bakal dipertemukan dengan orang-orang yang nggak kita kenal dan, selama 20 menit berdiskusi nggak mau tau gimana caranya kita harus bisa se-frekuensi sama para strangers itu. Hmm.






Teknis LGD sendiri cukup sederhana, yakni:


1. Kita akan dibagi menjadi kelompok-kelompok dimana satu kelompok akan terdiri dari 8-10 peserta seleksi.


2. Sebelum memulai LGD, kelompok diberikan waktu tunggu selama kurang lebih 15 menit untuk mempersiapkan diri. (Waktu tunggu ini, dulu ku pergunakan untuk mengenal anggota kelompokku lebih dekat, dan sedikit berkoalisi tentang terlaksananya LGD, hahaha)


3. Saat LGD berlangsung, akan ada briefing singkat dari psikolog sekaligus pembagian kasus. Awalnya kami diberikan waktu 5 menit untuk membaca dan memahami kasus.


4. Kemudian kami diberikan waktu 40 menit untuk diskusi.


5. In the last minute, akan ada 1 orang yang me-review seluruh kesimpulan/garis besar diskusi.






Bicara soal topik, tentunya setiap periode seleksi akan memiliki topik yang berbeda-beda. Karena LPDP memberikan topik sesuai dengan berita terkini atau istilahnya, yang lagi HOT. Biasanya berita tersebut dimuatdi koran Kompas atau media elektronik seperti detik.com. Sewaktu LGD, aku mendapatkan tema “Pengaruh Budaya Asing terhadap Indonesia”.






Berdasarkan referensi teman lainnya, topik-topik yang muncul di periode seleksi ku waktu itu adalah UU Minerba, Ujian Nasional, HIV/AIDS di Papua, KPV vs. POLRI, Lapindo, Kurikulum 2013, Hukuman mati untuk koruptor dan ISIS. Kebayang lah, waktu itu masih bulan Februari 2015 dan semua kasus tersebut adalah berita HOT di eranya.






Then, what should we do and don’t? Check this out!






Do’s :


1. Bring your beloved note


Jangan lupa bawa note, atau paling enggak kertas kosong dan satu bolpoin untuk sekedar corat-coret ide pada saat LGD berlangsung. Jangan lupa juga untuk mencatat setiap pendapat yang muncul, ini memudahkanmu membuat kesimpulan nantinya.


2. Read Carefully, Analyze it!


Baca kasusnya baik-baik, analisa core masalahnya. Buatlah sebuah coret-coretan sederhana, at least ada mind map dimana disitu memuat konten 5W+1H. It will help you a lot, to analyze every problem given.


3. The Problem is Extremely Wide, Take a Side of View.


Suatu kasus tersebut akan menjadi sangat luas, ambillah sebuah sudut pandang dari kasus tersebut. Satu pandangan saja sudah sangat cukup untuk menjadi bahan analisa untuk kemudian diutarakan.


Misalnya, sewaktu aku mendapat topik Pengaruh Budaya Asing: Mengapa budaya Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri?, saat itu aku langsung berpikir solusi konkrit bagaimana budaya Indonesia tetap eksis dari sudut pandang “Kebiasaan/Habit”, karena budaya Indonesia itu menurutku adalah bagaimana kita terbiasa dengan mereka, kemudian tertarik, lalu menjadi suka, dan akhirnya menjadi bangga.


4. Understand? Start it!


Kalau kamu sudah bisa mengerti dengan gamblang tentang isi topik, core masalah, dan tahu solusinya, jadilah yang pertama membuka diskusi. Kebanyakan, ketika juri menyatakan dimulai, maka yang terjadi adalah keheningan, perang batin, lirik sana sini yang jelas-jelas takes time banget lah. Yang kaya gini ini harusnya di hindari. Jadi, harus yakin dan percaya sama diri sendiri.


5. Don’t Understand? Wait. Let the other start.


Kalau belum mengerti topiknya, lebih baik diam dulu. Ikuti alur diskusi, pahami perbincangannya.


6. Wanna Speak Up? Wait. Appreciate them first.


Sebelum kamu yakin untuk mengutarakan pendapat, jangan lupakan keywords berikut: “Smile, Polite & Simple” atau “SPS”. Smile, berikan senyuman terbaikmu. Polite, ucapkan secara sopan pendapatmu. Simple, jangan pernah utarakan pendapat yang ruwet nan mbulet, to the point aja. Mengapa harus SPS? Karena orang yang memiliki ide yang baik tapi cara penyampaiannya kurang baik (mbulet, ruwet, gak karuan) juga akan dinilai rendah.


Nah, jangan lupa juga untuk mengapresiasi pendapat teman-teman kamu. Misalnya.


· Terima kasih atas kesempatan yang diberikan saudara X, saya juga sependapat dengan anda, oleh karena itu menurut saya blablablabla............ Apakah ada tambahan dari rekan-rekan yang lain? (untuk menambahkan pendapat)


· Saya suka sekali ide yang disampaikan oleh saudara Y, dan menurut saya beberapa faktor lain seperti ................... juga perlu dipertimbangkan karena ................... (untuk menyampaikan pendapat lain dengan sudut pandang berbeda)


7. Still can’t speak and don’t know what to speak? Be a Summarizer!


Terkadang, ada beberapa orang yang benar-benar tidak mengerti kasus tersebut. Alasannya banyak, bisa karena memang tidak belajar, kurang membaca sehingga pengetahuan minim, atau memang kasus tersebut tidak sejalan dengan bidang ilmu mereka. Sehingga akhirnya mereka sama sekali bingung mau bilang apa pada saat diskusi berlangsung. Nah, masih ada satu solusi, yakni menjadi Summarizer! Apakah itu?


Selama jalannya diskusi, akan sangat mungkin muncul berbagai sudut pandang yang berbeda dari teman-teman yang lain. Bahkan, bisa-bisa malah keluar dari koridor permasalahan atau dengan kata lalin, melebar. Nah, ini adalah PR besar bagi kamu kamu yang BELUM NGOMONG SAMA SEKALI atau buat yang BINGUNG MAU NGOMONG APA. Kamu bisa mulai mencatat dari awal, mendengarkan dengan baik jawaban-jawaban teman, dan menganalisa jawaban-jawaban dari mereka, sekiranya mana aja sih yang sejalur dan tidak sejalur. Lalu kamu bisa tarik benang merah dari semua jawaban untuk kemudian dirangkum menjadi sebuah kesimpulan besar. Nah, kesimpulan besar ini lah yang nantinya akan disodorkan sebagai solusi konkrit atau hasil dari LGD kita.


Jujur saja, cara ini memang agak susah juga bagi mereka yang nggak terbiasa menganalisis suatu perkara. But you don’t have choices, be a summarizer OR the judges won’t let you pass.






Don’t :


1. Dominating


Jangan sekali-kali menjadi orang yang overtalk dalam diskusi. Kalau saya, 2 kali berpendapat cukup dan tiap-tiapnya tidak lebih dari 2 menit. Karena dengan mendominasi diskusi, anda akan dianggap arogan dan kurang bisa mengakomodir pendapat teman-teman anda dengan memberikan kesempatan berpendapat.


2. Never Cut their Opinion.


Jangan juga sekali-kali memotong pembicaraan rekan-rekan kamu. Hal ini akan membuatmu tampak tidak bisa mengatur emosi saat diskusi.


3. Never Speak Up and No Words


Nah, yang ini nih yang paling parah nih. Jangan sampee kita nggak ngomong sama sekali pada saat diskusi. Sudah bisa dipastikan kamu nggak lolos seleksi kalo kamu PASIF.














Alhamdulillah, beruntungnya aku mendapat jadwal seleksi wawancara dan LGD di hari yang sama. Hanya saja, perbedaan waktu antar kedua seleksi itu cukup jauh. Waktu LGD ku jam 08.00, sedangkan wawancara jam 13.00, wow it made my heart beat so fast. Gimana enggak, pas lagi nunggu antrian wawancara, banyak banget respon yang tergambar dari ekspresi wajah para peserta. Ada yang bahagia karena (menurutnya) wawancara berjalan dengan baik, ada yang sedih karena mentalnya down oleh sang interviewer, ada yang ekspresi datar dan menyembunyikan informasi apapun dari ruang interview dan bahkan ada yang menangis! Hmm. Bagiku ini sebuah atmosfir yang buruk dan akhirnya menjadi pressure tersendiri, gimanapun porsi nilai dari wawancara adalah yang paling besar, yaitu 60%. Di saat yang lain masih bisa belajar (aku juga gak paham apa yang mereka pelajari??), disaat yang lainnya masih bisa berbincang satu sama lain, aku terdiam. Hanya dzikir yang bisa terucap dari mulut ini, mengharap ridho Allah, agar dilancarkan pada saat interview nanti.






Proses interview akan berlangsung selama kurang lebih 45 menit dengan 3 interviewer yang terdiri dari 1 orang psikolog dan 2 orangh akademisi (biasanya professor). Akademisi ini juga telah disesuaikan dengan bidang ilmu kita, misalkan kita mendaftar S2 Teknik, maka sang interviewer yang akan kita hadapi adalah akademisi yang juga berasal dari kalangan teknik. Bagi pendaftar universitas dalam negeri, interview akan berlangsung 90% dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, bagi pendaftar universitas luar negeri, maka interview akan berlangsung 90% dalam bahasa inggris.






“Saudara Satria Hardinata”


God, my name is called. Akhirnya, tibalah waktuku. Dengan mengucap basmalah, masuklah aku ke ruangan interviewer. Melangkah pasti dan penuh keyakinan bahwa Allah pasti memberikan kemudahan.






Selama interview, beberapa poin pertanyaan penting yang muncul adalah


1. Perkenalan diri (how to make a good and impressed start)


Jangan lupa untuk menjabat tangan para interviewer hingga dipersilahkan duduk. Lalu untuk memberikan kesan pertama yang baik, jangan lupa senyum.


2. Mengapa memilih jurusan X di Universitas Y? Kenapa kok gak di Universitas Z?


3. Alasan mengapa mendaftar ke dalam negeri, bukan luar negeri


4. Motivasi terbesar untuk melanjutkan master


5. Kehidupan akademis maupun non-akademis saat di kampus


6. Rencana studi


7. Penjelasan detail tentang essay


8. Seputar kehidupan pribadi dan keluarga






A little notes before you entered the room:


1. A Good Looking and Good Gesture will Impressed Them


Jauuuuuh sebelum hari interview, nggak ada salahnya kok mempersiapkan penampilan terbaik kita. Nggak perlu yang harus beli baru, enggak. Yang penting adalah gimana orang bisa nyaman ngelihat penampilan kita. Lalu, mulai juga belajar gesture yang baik saat menghadapi sesi wawancara. Ini penting! Karena gesture tubuh yang baik saat wawancara akan memberikan kesan yang baik pula di mata interviewer. Jadi, yang biasanya umek, riweh, nggak rapi, dan banyak tinggah, dikurang-kurangin deh. Banyak juga tips-tips di internet yang mengajarkan bagaimana gesture tubuh yang baik saat interview. Ini bukan berarti kita tidak menjadi diri sendiri yah, tapi nggak ada salahnya kan bertransformasi menjadi yang lebih baik? :)






2. Perbaiki Dulu Niatnya untuk Kenapa Harus Lanjut Studi S2?


Perbaiki niat kamu untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 dan khususnya dalam mendaftar beasiswa LPDP. Jujur aja, sebenernya, semakin kesini aku semakin khawatir sama orang-orang yang cenderung menjadi aplikan dengan tipe follower, atau lebih gamblangnya, “ah, pokoknya daftar beasiswa biar kece”; atau bahkan bisa jadi, “ah, pokoknya daftar beasiswa biar bisa jalan-jalan ke luar negeri”. Thats a BIG NO, brotha!


Hell-o, you are going to be funded by your country, in order to make your country better as your future contribution. Jadi, sebenernya menjadi penerima beasiswa bukanlah hanya sekedar kuliah dan selesai, tapi juga menjadi beban moral sekaligus tanggung jawab untuk mengganti beasiswa tersebut dengan kontribusi kita untuk Indonesia pasca kuliah. Kontribusi apa? Apapun, di bidang apapun, as far as it can brings Indonesia better.






3. Paradigma Publik Tentang Lulusan S2 yang Harus Diubah


S2 kan pasti jadi dosen? Oh no. Big no. Suatu image yang menurutku salah besar. Image ini terbentuk karena awalnya mayoritas lapangan kerja bagi lulusan S2 di Indonesia adalah menjadi dosen. Padahal, sesungguhnya mereka mereka yang lulus S2, akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja di perusahaan dengan memegang jabatan yang lebih baik dibandingkan dengan lulusan sarjana/diploma. Bagaimana tidak, bagi seorang mahasiswa master, kita akan mempelajari ilmu di bidang kita jauh dan jauuh lebih dalam. dan itulah mengapa S2 diberi gelar “Master”.


Sayangnya memang, di perusahaan-perusahaan tertentu, sarjana dengan jam terbang kerja yang tinggi justru akan mengalahkan gelar master yang tanpa pengalaman kerja. Tapi, aku rasa ini bukan masalah, karena seorang master –terutama bagi lulusan luar negeri- akan terbiasa dengan masalah-masalah kompleks yang kurasa hampir serupa dengan permasalahan yang ada di perusahaan. Selain itu, beberapa kurikulum di luar negeri juga menawarkan kesempatan magang di perusahaan Internasional yang tidak didapatkan di Universitas di Indonesia. Jadi, menjadi lulusan master dengan beasiswa LPDP bagiku, juga akan siap bersaing di dunia kerja untuk menjawab tantangan permasalahan di Indonesia, bahkan dunia.






4. Menjadi Diri Sendiri Tidak Ada Ruginya


Saat sesi interview maupun LGD, Jadilah dirimu sendiri! karena kamu adalah kamu, bukan orang lain yang punya prestasi segudang, yang pengalaman organisasi seabrek, yang punya relasi sejagad raya, yang punya IPK 4.1 #nahloh. Iya, kamu. Never try to be others. Sekali lagi, just be your self.






5. Nggak Ada Parameter Kelulusan Beasiswa LPDP


Sampai sekarang, aku pun tak tahu kriteria orang seperti apa yang bisa lolos beasiswa LPDP. Awalnya, memang aku berfikir bahwa yang keterima beasiswa LPDP ini adalah orang yang bener-bener smart, IPK tinggi dan kemampuan bahasa yang bagus banget. All about academic records. Tapi ternyata hipotesa ku salah besar. Memang, ada beberapa orang yang memang pinter banget, tapi ada juga yang kemampuan akademisnya Cuma rata-rata, tapi organization skill dan public speaking nya bagus, dan bahkan ada juga yang totally mediocre, atau biasa-biasa aja, tapi punya skill lain di luar bidang akademis misalnya olah raga dll. Bener-bener unexpected lah, unpredictable juga. Nggak kebaca kriteria yang bagaimana sih yang dimau tim seleksi LPDP. Ditambah lagi, LPDP juga tidak memiliki kuota berapa peserta yang akan diterima. Kalau memang kamu memenuhi standart penilaian, ya loloslah kamu.


Jadi, kita nggak tau nih, apakah kita layak atau enggak, kan? Pada akhirnya, kita nggak bisa bersaing dengan orang lain, tapi justru kita bersaing dengan diri sendiri. Mampukah kita memenuhi standart kualitas yang dimau oleh LPDP? Kalau aku sih, give the best, push to the max, and all out aja selama wawancara.






6. Kuliah itu Bukan Tentang Gengsi Universitas, Lho!


Dalam proses seleksi, para aplikan beasiswa diharuskan memilih satu bidang studi yang akan ditekuni di universitas yang mereka mau. Hal ini menjadi ketakutan keduaku. Para aplikan beasiswa cenderung memilih universitas berdasarkan gengsi. Misalnya, memilih Harvard University, Oxford University, atau Cambridge University. Iya, memang, akan sangat tampak keren memang kalau kita bisa enrolled di beberapa universitas top dunia itu. Padahal, siapa yang tau bahwa dibalik “bungkusnya” yang keren itu, ternyata jurusan atau bidang studi yang diminati bukanlah yang terbaik di Universitas itu atau bahkan tidak ada. Hm.


Yup, fenomena ini sering banget aku temui. Di akhirnya, mereka gagal di interview karena kurang meyakinkan interviewer, mengapa mereka memilih bidang studi di universitas tersebut. Hal ini bisa dipastikan mengingat bobot penilaian interview yang mencapai 60% dari total nilai keseluruhan. Hal ini juga berlaku kok untuk kamu yang mau daftar ke dalam negeri.


Nah, untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kegagalan akibat alasan diatas, kamu bisa coba deh cara berikut ini (research methode) untuk menentukan dan memilih universitas yang pas buat kamu.


- Tentukan dulu mau belajar di jurusan apa dan bidang apa.


- Cari universitas-universitas terbaik di bidangmu, bisa masuk ke situs www.topuniversities.com atauhttps://www.timeshighereducation.co.uk/world-university-rankings/2015/world-ranking/#/. Karena LPDP memiliki list universitas tujuan, yang artinya tidak sembarang universitas bisa kita masuki, maka LPDP biasanya memakai acuan kedua website tersebut untuk menentukan 200 universitas terbaik di dunia.


- Mencari universitas juga berarti menyesuaikan kemampuan bahasa yang kamu miliki. Universitas di Eropa dan Australia rata-rata hanya menerima IELTS, sedangkan di amerika menerima TOEFL IBT. Jadi, hati-hatilah.


- Memilih universita juga seperti memilih jodoh lho, kalau misal suka, boleh lah di googling, supaya ada pandangan tentang rupa kampus nya. Hehehe


- Kalau sudah klik dengan universitasnya, baik secara outlook dan kemampuan bahasanya, maka langsung visit ke website universitasnya. Segera cari kurikulum perkuliahan di bidang studinya, cocok atau tidak.


- Kalau tidak cocok, ulangi riset kamu dari awal, sampai menemukan universitas yang menawarkan kurikulum yang bener-bener fit sama kamu.


- Kalau perlu, langsung kontak profesor di bidang terkait. Minta rekomendasi dari beliau untuk kamu supaya bisa studi disana. Hal ini bisa jadi penguat dokumen kamu saat seleksi administrasi, bahkan saat sesi wawancara.






7. Apa yang Kamu Tulis, itu Adalah Kamu, Bukan Orang Lain


Saat sesi interview, kamu akan ditanyai soal CV yang kamu tulis di form online dan tentang essay yang kamu tulis. Jadi, sebisa mungkin kamu kuasai apa yang kamu tulis. Baca berulang-ulang kali essay kamu dan kalau bisa latihan speech di depan kaca. Hahah. Agak lebay. Tapi iya, serius. Wawancara adalah tentang meng-interpretasikan kemampuan menulis menjadi kemampuan verbal, kan? Jadi, kalau tulisan kamu bagus, tapi kalau kamu nggak bisa menjelaskannya dengan baik, yaa siap-siap deh nilai kamu hancur.






8. Akhirnya, Setelah Kamu Berjuang, maka Tuhan lah yang Maha Penentu


Akhirnya, semua berawal dari niat yang baik, diikuti dengan usaha yang baik dan diiringi dengan do’a yang tiada henti. Jangan lupa sholat wajib tepat waktu. Jangan lupa juga, restu orang tua juga merupakan salah satu penentu suksesnya kamu dalam seleksi beasiswa ini. Karena restu orang tua adalah restu Allah SWT.


Juga, jangan lupa perbanyak amalkan puasa sunnah dan sholat-sholat sunnah yang di niatkan untuk mengharapkan ridho Allah untuk masa depan kita. Lalu, ada satu lagi do’a yang menurutku sangat mujarab. Namanya do’a rabithah, do’a ini merupakan do’a penyatu hati. Do’a ini ku baca terus setelah sholat wajib, baik saat sebelum dan sesudah interview, sambil membayangkan wajah-wajah para interviewer. Berharap ridho Allah atas satu nya hati kami, dan juga agar Allah memberikan kelunakan dan kemurahan hati para interviewer tersebut untuk memberikan nilai yang adil dan layak bagiku.


Sekali lagi, bila perjuangan kita sudah 100%, dan Allah memiliki kuasa-Nya untuk berkata TIDAK, maka menyesallah kamu karena tidak pernah meminta ridhoNya.










Source : http://satriahardinata.blogspot.co.id



Share and Enjoy !




Sponsored Links
Loading...
loading...
Loading...

Blog Archive

Loading...